Dua Pakar Universitas Gadjah Mada, membedah pengamatannya terhadap pemilihan presiden dalam diskusi bertajuk Pojok Bulaksumur. Yang pelaksanaannya di Selasar Barat Gedung Pusat UGM.
Dalam kegiatan yang dirangkai dengan buka bersama itu, Pakar Hukum Universitas Gadjah Mada Hendry Julian noor mengingatkan. Untuk menggugat keabsahan paslon presiden dan wakil presiden, para penggugat menyandarkan pada Asas Contrarius Actus.
Asas hukum tata negara ini menyatakan, badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara. Dengan sendirinya berwenang untuk membatalkannya.
Lewat asas hukum ini, penggugat kemudian bisa saja mengajukan gugatan melalui PTUN. Landasannya, Ketua KPU di jatuhi sanksi oleh DKPP, karena menetapkan calon yang bermasalah.
“Sebuah badan atau pejabat administrasi pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan perihal sesuatu. Maka sebenarnya dia memiliki kewenangan untuk mencabut pula. Hal ini tentu akan relevan dengan sikap kenegaraan. Mental yang seharusnya pejabat negara miliki,” ujar Dr. Hendry Julian Noor S.H., M.Kn, Dosen Fakultas Hukum UGM.
Sedangkan pakar Public Policy Departemen Politik Pemerintahan Fakultas Isipol UGM. Arga Pribadi Imawan mengungkapkan sebenarnya pilpres yang berlangsung tanggal 14 Februari 2024 itu, kompetisi yang tidak sehat dan tidak imbang.
“Pemiliku 14 Februari 2024 adalah kompetisi yang tidak seimbang. Bahwa ada pasangan calon, sebut saja pasangan calon 02 yang kemudian dia bisa memanfaatkan segala sumber daya apapun yang ada di Negara. Salah satunya adalah melalui skema medsos. Nah hal ini kemudian menjadi salah satu kompetisi yang tidak seimbang,” ujar Arga Pribadi Imawan S.IP., M.A, Dosen Fisipol UGM.
Widi, RBTV.