Jika di sejumlah wilayah di daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kesulitan air, kondisi berbeda dirasakan oleh warga di Dusun Saren, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Di dusun ini, air terbilang melimpah dengan adanya Umbul atau mata air yang mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga.
Sebagai wujud rasa syukur inilah, setiap tahun warga disini mengadakan tradisi Merti Umbul. Merti Umbul atau melestarikan mata air menjadi penting dilakukan warga Dusun Saren karena sejarah panjang mata air serta kemanfaatan Umbul Saren selama ini.
Kepala Dusun Saren, Hadi Pandriyo mengatakan “Jadi itu untuk me-Metri tinggalan para leluhur yang sudah memberikan anugrah kepada kita semua. Dalam hal ini, supaya Umbul sumber panguripan ini bisa mengalir dan terus menerus bisa dipergunakan untuk warga masyarakat.”
Bagi Dusun Saren, Merti Umbul ini yang pertama kalinya dilakukan dalam sejarah dusun ini. Merti Umbul digelar bersama dengan Merti dusun yang sebelumnya sudah menjadi acara tahunan, sehingga tajuk acara ini digabung menjadi Merti Umbul dan Merti dusun.
Hadi menambahkan Umbul ini menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang, bukan hanya bagi warga Dusun Saren. Oleh karena itu, secara filosofis, Umbul ini menjadi sumber kehidupan atau bisa disebut sebagai Umbul sumber panguripan. Warga Dusun Saren sendiri antusias dengan yang secara rutin terus digelar. Kearifan lokal ini juga merupakan ruang untuk mengekspresikan rasa syukur seluruh warga.
Kegiatan ini punya arti penting dalam pelestarian budaya, khususnya bagi generasi muda. Mereka berharap pesan filosofi kebudayaan dalam acara ini bisa terus melintas generasi.
Haryanto, warga menyatakan “Mudah-mudahan generasi sekarang itu bisa melestarikan acara Merti Dusun dan Merti Umbul ini karena jangan sampai generasi muda, nggak tau lah apa itu Merti Dusun atau Merti Umbul karena itu mengandung filosofi-filosofi budaya.”
Dwi Haryati, warga menyebutkan “Acara-acara seperti ini harus semakin di lakukan supaya kita sebagai generasi muda juga lebih tau tentang lingkungan kita, sejarah dari tempat tinggal kita dan sesepuh-sesepuh sebelumnya terus tradisi-tradisi yang ada disini.”
Acara ini diawali dengan arak-arakan gunungan dan hasil bumi warga yang dibawa dengan berjalan kaki dari rumah Dukuh Saren menuju Umbul Saren yang berjarak sekitar 600 meter. Arak-arakan ini dikawal kirab pasukan bergodo yang sudah menjadi kearifan lokal warga Yogyakarta. Acara ini diakhiri dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk pada malam harinya.
Deon, RBTV
