Raden Ajeng Kartini, sudah memperingati terjadinya kekisruhan panggung politik, lebih dari 120 tahun lalu. Dalam sepucuk surat yang di kirim R-A Kartini kepada Nyonya Abendanon, tertanggal empat belas September tahun seribu sembilan ratus satu.
Peringatan hari Kartini di Balairung Universitas Gajah Mada belum lama ini mengedepankan tema, “Kampus menggugat, Kartini bangkit: Mengawal putusan MK untuk demokrasi.”
Di awali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, kemudian di isi dengan berbagai orasi baik guru besar, dosen maupun mahasiswa.
Salah satu guru besar Universitas Gajah Mada, Professor Wiendu Nuryanti, membacakan surat R-A Kartini kepada Nyonya Abendon. Isi surat tersebut di antaranya mengajak semua anak bangsa untuk bekerja membahagiakan orang-orang yang tertindas, meski di tengah terjadinya sengkarut hukum.
“Pergilah, laksanakan cita-citamu, bekerjalah untuk masa depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Di bawah hukum yang tidak adil dan tertindas karena paham-paham palsu, tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi, pergilah, berjuanglah dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi.” Ungkap Prof. Wiendu Nuryanti, guru besar UGM
Sedangkan dosen fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Doktor Wuri Handayani kembali menyuarakan, jika MK tidak memberi keadilan, maka perlu di gulirkan pengadilan rakyat.
“Untuk mengadili hal ini, yaitu melalui pengadilan rakyat. Karena ini bukan hanya mitos, pada 15 November 2015, sudah pernah di lakukan pengadilan rakyat. Terkait dengan peristiwa PKI 1965, karena adanya kesulitan untuk pendakwaan dan pembuktian. Walaupun tidak sesuai dengan harapan, tetapi ada pernyataan dari majelis hakim, di katakan bahwa memang ada pelanggaran HAM berat pada peristiwa 1965. Itulah yang di harapkan.” Ungkap Wuri Handayani PH.D, dosen FEB UGM
Widi, RBTV.