Bertempat di selasar fakultas hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dua pakar hukum Universitas Gajah Mada, Doktor Zainal Arifin Mohtar atau Uceng dan Doktor  Herlambang Wiratraman mengajak masyarakat luas untuk terus bergerak mencerdaskan anak-anak bangsa. Salah satunya, untuk membangkitkan gagasan pembatasan kekuasaan presiden dan wakil presiden.

Bahkan Zainal Arifin Mohtar mengingatkan, rentetan dari kekacauan-kekacauan politik yang terjadi sejak menjelang pemilihan presiden hingga putusan MK, tidak berakhir. Harus di upayakan dan di cari siapa yang melanggar hukum, siapa yang merusak hukum, dan siapa yang merusak demokrasi yang harus bertanggungjawab secara hukum.

“rentetan dari itu tidak berakhir, harus terus di upayakan. Siapa yang melanggar aturan hukum, siapa yang merusak penegakan hukum, siapa yang merusak demokrasi, tetap harus di bawa ke ranah hukum. Saya kira bunyi putusan itu, setidak-tidaknya tiga orang di center itu mengatakan bahwa, harus ada yang bertanggungjawab terkait kejahatan demokrasi berupa bansos. Yang di rekayasa menuju ke arah pemilihan, dan penggunaan aparat yang di rekayasa ke arah pemilihan. Dan saya kira, penanggungjawabnya tentu saja adalah presiden”. Ujar DR. Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara fakultas hukum UGM.

Uceng juga menuduh presiden Jokowi, ibarat anak yang bermain game hanya boleh dua putaran. Kemudian untuk bisa kembali main di putaran ketiga dan keempat, di lakukan dengan cara membuat akun baru.

Sedangkan pakar hukum tata negara fakultas hukum Universitas Gajah Mada yang lain, Doktor Herlambang Perdana Wiratraman, mengajak untuk membangun perlawanan yang konstitusional. Hal itu di lakukan dengan cara menguatkan negara hukum yang demokratis.

Herlambang juga mengajak masyarakat sipil untuk mengembangkan protes-protes, dan pembangkangan sipil. Karena itu, adalah hak yang di lindungi oleh konstitusi.

“kita harus bangun perlawanan dengan menguatkan negara hukum demokratis. Kita percaya bahwa negara hukum demokratis itu, mandatnya konstitusi dan kita tetap menjalankan itu. Sehingga upaya-upaya strategisnya, juga tidak akan pernah kita tinggalkan. Untuk membangun kekuatan politik yang  bekerja dengan prinsip negara hukum yang demokratis. Yang ke empat, saya kira satu lagi adalah masyarakat sipil perlu mengembangkan strategi untuk mengupayakan protes atau pembangkangan sipil. Hal itu, ketika situasi itu tidak mungkin jalan keluarnya melalui mekanisme-mekanisme politik yang ada”. Ujar DR. Herlambang P Wiratraman,  pakar hukum tata negara fakultas hukum UGM.

Widi, RBTV.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *