Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, melakukan orasi atas kematian demokrasi yang di praktikkan pada pemilu februari yang lalu. Sebagai kampus yang lahir sebelum kemerdekaan Indonesia, UII memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk berjuang menegakkan Indonesia agar berjalan di atas dasar konstistusi dan menghormati hak asasi manusia.
Menurut rektor UII, Fathul Wahid, orasi ini di lakukan untuk memberikan pesan bahwa Indonesia sedang dalam masalah besar. Sehingga orasi yang di lakukan UII bisa menjadi pemantik untuk mengubah kebijakan, dan menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
“dengan real konstitusi, tidak sesuai dengan hati nurani, melanggar etika, membangkangi norma, dan lain-lain. Jadi pembangkangan sipil harus di lakukan dengan cara yang bermartabat. Tujuannya untuk memberikan pesan bahwa ada masalah besar, dan semoga pesan itu menjadi pemantik, mengubah kebijakan, kembali kepada etika, kembali kepada konstitusi dan menempatkan rakyat pada pemegang kedaulatan rakyat”. Ujar Farhul Wahid, Rektor UII.
Menurut pengamatan Fathul, banyak hal janggal dalam proses praktik demokrasi dalam pemilu 2024. Adapun di sebutkan hal-hal janggal tersebut tidak pro kesejahteraan, dan pro kepada oligarki. Sehingga atas kejanggalan tersebut, orasi UII mendukung kemuliaan rakyat, dan suara rakyat harus di dengarkan.
“banyak hal, katakanlah program yang kita anggap tidak masuk akal, tidak pro kepada kesejahteraan, pro kepada oligarki, bisa kita kritisi. Kita bisa beri peringatan supaya kembali, bahwa rakyat harus di muliakan, suara rakyat harus di dengarkan dan jangan sampai rakyat di manipulasi”. Sambung Farhul Wahid, Rektor UII.
Bagas, RBTV.