Ajang bergengsi Pencak Silat Malioboro Festival ke tujuh kembali di Yogyakarta. Sebanyak kurang lebih 50 perguruan silat dari DIY dan Tanah Air mengikuti ajang memperebutkan piala bergilir Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan piala KGPAA Pakualam X.

Seperti di ketahui, seni bela diri tradisional Indonesia telah diakui oleh Unesco sebagai warisan budaya tak benda. Untuk melestarikan seni beladiri Nusantara ini, Pencak Malioboro Festival kembali digelar untuk lebih mengenalkan kepada generasi milenial dan anak-anak. Selain di kawasan Titik Nol Yogyakarta, berbagai kegiatan mulai dari lomba koreografi dan kaulan pencak juga digelar di Taman Pintar Yogyakarta. Dalam lomba ini setiap perguruan atau aliran tampil dengan mengususng nilai budaya dengan memperhatikan tata panggung, musik dan kostum.

Arif Baskoro, Panitia PMF ke 7 mengatakan, “dan untuk lomba koreografi pencak ini kita itu pengen supaya pencak silat itu tidak hanya sport dan yang lain, kita juga memperlihatkan bahwa pencak silat itu bagian dari kearifan budaya warisan Indonesia gitu. Di lomba koreografi pencak silat ini kita minta temen-temen tim yang ikut perlobaan ini mereka memperhatikan tata panggung, kostum, tema dan kita tentukan temanya itu harus nilai budaya”

Ada sekitar 50 perguruan silat yang mengikuti lomba untuk Festival Silat Budaya terbesar di Indonesia ini di inisiasi oleh pemerintah daerah DIY, dan rencananya akan di jadikan even budaya tahunan di Kota Yogyakarta, sebagai ajang berkumpulnya para perguruan dan pendekar silat di Nusantara.

Aris Eko Nugroho, Paniradya Pati Kaistimewaan DIY mengatakan “kalau dari sisi kita prinsip kalau itu menjadi bagian keinginan dan juga kebanggaan bagi Yogyakarta, tentu saja pemerintah daerah Yogyakarta secara menyeluruh ada”

AGUNG RISTIONO, RBTV.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *