Dunia sastra Indonesia kembali diramaikan dengan kehadiran sosok inspiratif, Adimas Immanuel, seorang penyair muda yang telah mengukir jejak unik melalui puisi-puisi melodis yang memikat hati. Lahir di Solo, Jawa Tengah pada 8 Juli 1991, Adimas memulai perjalanan sastranya sebagai seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi yang berbakat di bidang sastra dan filsafat.
Kolaborasi cemerlangnya dengan Bernard Batubara dalam karya “Empat Piala Kenangan 2012” mengantar Adimas memasuki dunia sastra secara lebih serius. Kumpulan puisi ini menjadi buku pertamanya, yang membuka pintu bagi rangkaian karya-karya inspiratif yang telah ia ciptakan sejak saat itu. Eksistensinya tak hanya terpampang dalam berbagai media, melainkan juga dikenal luas di kalangan milenial.
Dalam setiap karya yang ditulisnya, Adimas tidak pernah melupakan nasihat bijak dari maestro sastra Indonesia, Sapardi Djoko Damono. “Tulisan itu harus diperlakukan seperti ruangan. Boleh gelap, tapi kalau bisa kamu sediakan jendela kecil sedikit untuk mengintip,” katanya. Upaya Adimas untuk memastikan setiap pembacanya dapat merasakan esensi puisi-puisinya tercermin dalam usahanya menyisipkan referensi interteks dan ilusi, memudahkan pembaca memahami setiap lapisan makna dalam karya-karyanya.
Tak hanya melalui karya-karya puitisnya, dilansir dari whiteboardjournal.com Adimas juga menemukan jalannya melalui media sosial, terutama Twitter. Menurutnya, Twitter menjadi wadah yang memungkinkannya untuk mengekspresikan sisi humornya, yang pada umumnya tidak tertuang dalam karya seriusnya. Ia melatih dirinya untuk memilih kata-kata dengan tepat dan menulis puisi-puisi yang efektif, sembari menemukan inspirasi dari tweet lama yang menggelitik imajinasinya.
Keberhasilan Adimas dalam memanfaatkan media sosial tidak hanya memperluas jangkauan karyanya, tetapi juga menandai terobosannya dalam menyentuh dan memengaruhi generasi milenial. Dengan kemampuan menggabungkan pesona kata-kata yang melodis dengan penggunaan media sosial yang cerdas, Adimas telah membuka jalan bagi penyair-penyair muda lainnya untuk menembus batas-batas tradisi dalam dunia sastra. Tindakannya ini tidak hanya meramaikan dunia sastra Indonesia, tetapi juga merangkul beragam kalangan untuk menikmati keindahan sastra tanpa batas dan prasangka.