Penjabat Walikota Yogyakarta, Singgih Raharjo menyampaikan bahwa, Mbah Dirjo dibuat untuk merespon darurat sampah imbas penutupan tpa piyungan yang mengalami kelebihan kapasitas. Program ini dikembangkan bersama forum bank sampah kota Yogyakarta, pada level rumah tangga, masyarakat bisa menggunakan biopori standar dengan menggunakan pipa paralon yang agak besar, kemudian diberi lubang-lubang. Ada pula jenis yang lebih besar lagi untuk secara kolektif digunakan bersama-sama, ukuran ini tentu menyesuaikan dengan lahan yang dimiliki warga.

Metode Mbah Dirjo ini, diharapkan dapat mengurangi sampah organik dengan jumlah yang banyak dari yogyakarta. 30 persen sampah bukanlah jumlah yang sedikit, karena mencapai angka 60 ton, mengingat saat ini yogyakarta menghasilkan 200 ton sampah perhari.

Penjabat Walikota Yogyakarta, Singgih Raharjo menyatakan “Kemudian tempat sampah, semua dimasukan tidak tetapi, bagian bagaimana kita memproduksi atau composting ya atau bipori itu menjadi kompuser membuat kompos ya. Sehingga disitu dipastikan tidak ada plastic, dipastikan disitu tidak ada pampers, yang masuk disitu adalah organic. Maka kemudian gerakan mbah dirjo ini akan mengurangi sampah organic di level paling huru, yaitu makanan.”

Rinamaulita, RBTV.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *