Yogyakarta – Tiga mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) yang tengah mengajukan permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) diduga mendapat intimidasi dari orang tidak dikenal. Pelaku mengaku sebagai petugas Mahkamah Konstitusi dan meminta data-data pribadi para pemohon.

Ketiga mahasiswa tersebut adalah Arung, Handika, dan Irsyad. Mereka mengajukan uji formil terhadap UU TNI karena dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional. Namun, bukannya mendapat ruang demokrasi, mereka justru menghadapi tekanan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pelaku intimidasi mendatangi para mahasiswa dengan mengatasnamakan petugas Mahkamah Konstitusi dan mencoba menggali informasi pribadi ketiganya. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk sivitas akademika UII.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa UII, Muhammad Rayyan, mahasiswa menuntut agar praktik intimidasi seperti ini dihentikan. Mereka juga meminta aparat penegak hukum memberikan perlindungan maksimal kepada setiap warga negara yang menjalankan hak konstitusionalnya, termasuk dalam hal pengujian undang-undang.

“Kami mendesak agar pengusutan terhadap pelaku intimidasi segera dilakukan. Negara harus hadir dan menjamin keamanan bagi siapa pun yang menggunakan jalur hukum dalam menyuarakan aspirasi,” tegas Rayyan dalam pernyataannya.

Saat ini, ketiga mahasiswa tersebut berada dalam perlindungan pihak kampus dan berada di bawah koordinasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakultas Hukum UII. Selain itu, jaringan advokat dan penasihat hukum alumni UII juga menyatakan kesiapan mereka untuk memberikan dukungan hukum dan perlindungan kepada para mahasiswa.

Wakil Dekan Fakultas Hukum UII, Agus Triyanta, menegaskan bahwa pihak kampus memberikan dukungan penuh terhadap mahasiswanya yang sedang menggunakan hak hukum secara konstitusional.

“Kami pastikan mereka dalam kondisi aman. Kami juga siap mendampingi penuh melalui jalur hukum jika intimidasi ini terbukti terjadi dan melanggar hukum,” ujar Agus Triyanta.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan akademisi, mengingat pentingnya menjaga ruang demokrasi, kebebasan akademik, serta hak warga negara dalam mengakses keadilan melalui mekanisme konstitusi.

Widi – RBTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *