Kulon Progo – Tindak kekerasan yang melibatkan pelajar atau anak di bawah umur, yang dikenal dengan istilah klitih, menunjukkan pola yang terorganisir mirip dengan sebuah komunitas. Hal ini terungkap dalam paparan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) setelah melakukan penelitian mendalam selama tiga tahun.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, mengungkapkan bahwa pola tindak kriminal klitih ini terus berulang setiap tahunnya, terutama di kalangan pelajar. “Siklus kekerasan anak ini rata-rata terjadi pada bulan September dan Oktober, dengan fase bullying yang dipicu oleh senioritas dan junioritas,” jelas Diyah.
Penelitian KPAI menunjukkan bahwa bulan November hingga Desember merupakan fase perekrutan anggota baru oleh pimpinan geng kriminal di sekolah. Fase ini diikuti oleh peningkatan aktivitas kriminal pada bulan Januari hingga Maret, di mana tawuran antar geng kerap terjadi. Anggota baru geng yang direkrut pada bulan sebelumnya dituntut untuk menunjukkan kemampuan mereka melalui aksi kekerasan demi mendapatkan pengakuan dari anggota lain.
“Kami menemukan bahwa siklus ini sangat terstruktur. Setelah perekrutan, mereka merasa perlu membuktikan keberadaan mereka dengan menantang geng lain. Itulah yang menyebabkan terjadinya tawuran di bulan-bulan awal tahun,” lanjut Diyah.
Masyarakat diminta untuk lebih waspada terhadap potensi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pelajar ini. Diyah juga menghimbau masyarakat agar segera melaporkan ke pihak berwajib jika melihat kerumunan remaja di satu titik, guna mencegah terjadinya aksi kriminal.
Pihak keamanan setempat diharapkan dapat segera merespons laporan warga untuk membubarkan kerumunan yang berpotensi memicu terjadinya klitih atau tindak kriminal lainnya.
Bagas, RBTV