Sebuah penampilan ketoprak diusung oleh pengelola Museum Monjali untuk mengingatkan sejarah perjuangan merebut Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda. Menurut Nanang Dwinarno, Sutadara ketoprak yang berjudul Sang Pangarsa Kondur Yogyakarta ini, alur cerita ketoprak ini mengingatkan perjuangan saat itu, dimana peran tokoh nasional Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang memerintahkan Letkol Suharto untuk melakukan serangan umum 1 maret atas ijin Jendral Soeharto.

“Ketoprak tadi menceritakan bahwa Yogyakarta pernah direbut oleh Belanda kemudian kita rebut lagi tapi disitu ada yang menarik yaitu siapa sang pangarsa yang bisa mengembalikan Yogyakarta dan itu sebetulkan menjadi teka-teki yang saya ibaratkan tapi tentu masyarakat juga tahu bahwa sang pangarsa itu adalah istri Sultan Hamengku Buwono IX yang memerintahkan Letkol Soeharto untuk melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949 dengan ijin Jenderal Soedirman, Kemudian acara ini atau ketoprak ini gabungan antara karyawan Museum Monumen Yogya Kembali bersama dengan kepala-kepala museum Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinaman barahmus (badan musyawarah musea)”, Ungkap Nanang Dwinarno, Sutradara ketoprak.

Nanang berharap dengan penampilan ketoprak ini dapat melestarikan Budaya Adiluhung sekaligus memberikan warna yang berbeda, karena biasanya pengelola Museum Monjali dalam beberapa kesempatan menampilkan Sosiodrama pada peringatan Yogya Kembali.

Pada kesempatan yang sama juga diadakan pameran patung internasional, dimana sejumlah seniman ikut menampilkan karyanya. Hajar pamadhi, kurator pameran bertajuk climate change atau perubahan iklim ini menyampaikan, perubahan iklim sudah menjadi isu global. Dari sinilah para seniman mengangkat hal ini sebagai obyek lukisan dan patung.  Seluruh karya yang ditampilkan berjumlah 78 yang dapat dinikmati didalam dan diluar monumen monjali.

“Climate change ini sudah menjadi isu sentral dan isu global. Nah, dari perubahan inilah teman teman seniman itu ingin mengangkat sebagai objek lukisan. Ada tiga karya yang dari luar negeri itu terutama dari malaysia itu lima karya, dan satu dari jerman itu satu dan hari ini mereka sama sama tampil dan mengutarakan, sama ternyata di dunia pun disana sedang bingung dengan yang disebut dengan perubahan iklim”, Ungkap Hajar Pamadhi, Kurator pameran bertajuk climate changes.

Widi Reporter.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *