Komunitas perempuan bertutur sangat aktif memroduksi buku yang memuat fiksi mini. Tulisan dari anggota yang semuanya perempuan ini, bahkan menarik minta para seniman yang semakin menghidupkan saat cerita di dalamnyadi bacakan.

Komunitas perempuan bertutur meluncurkan kumpulan tulisan fiksi mini yang ke-4. Dengan judul “Langkah” tentang ekspresi “Perempuan dan Politik” di Pendapa Komunitas Pakuningratan Ngasem Yogyakarta Sabtu kemarin.

Dalam setiap peluncuran buku oleh komunitas ini selalu ada yang menarik. Pada peluncuran kali ini, ada penampilan seniman teater yang penuh ekspresif membacakan sebuah kisah yang ada di dalam buku ini. Di iringi lantunan biola, membuat isi dari cerita yang di bawakan mampu membawa tamu undangan dan yang hadir terbawa kedalam cerita.

Minat generasi muda di tunjukan dengan penampilan 4 perempuan yang masing-masing membawakan di dalam buku ini. Perempuan ini adalah Gendis Manis pelajar SMAN 7 Yogyakarta, Zahwa Amalia siswi SMAN 5 Yogyakarta, Unon Saraswati dan Rolla Liza, keduanya mahasiswi ISI Yogyakarta.

Ketua komunitas perempuan bertutur, Sri Yuliati menyampaikan, komunitas ini menjadi wadah bagi perempuan untuk belajar bertutur sebagai salah satu cara mengekspresikan diri menulis cerita fiksi dalam bentuk fiksi mini.

“Hari ini kita akan melaunching buku yang ke-4. Yakni ‘Langkah tentang Ekspresi Perempuan dan Politik’. Tiap penulis mengirim maksimal 5 judul fiksi mini dengan 1 fiksi mini wajib bertema perempuan dan politik. Untuk kita mengetahui ada benang merah bagaimana perempuan dalam menyikapi atau berpendapat tentang politik.” Ungkap Sri Yuliati selaku Ketua Komunitas Perempuan Bertutur.

“Sebagai sebuah tonggak sejarah bagi literasi dan keberagaman budaya di tanah air. Dan khususnya dalam menyoroti peran serta perempuan dalam ranah politik. Media ini sangat luar biasa. Jadi antologi ini membawa kita pada perjalanan mendalam tentang perempuan dan aksi politiknya. Melalui karya-karya yang terangkum di dalamnya. Kita akan suguhkan dengan berbagai sudut pandang, pengalaman, dan emosi yang tentu saja sangat-sangat menggugahkan.” Jelas Yeti Martanti sebagai Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.

Pada kesempatan ini juga di adakan diskusi yang cukup menarik, dengan menampilkan pembicara Herry Mardianto, Alex Lutfi, Agus Prasetyo dan Sri Yulianti, di pandu moderator Nana Lusiana.

Widi, RBTV.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *