Bagi warga Bantul, berbuka puasa dengan bubur lodeh memang sudah menjadi tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Menu legendaris ini memiliki sarat akan makna dalam penyebaran agama islam di Yogyakarta.
Setiap masjid memiliki cara tersendiri untuk menyemarakkan bulan Ramadhan, seperti suasana menjelang buka puasa di desa Wijirejo, Kapanewon Pandak, Bantul. Warga terlihat sibuk menyajikan menu bubur lodeh untuk berbuka puasa.
Sayur lodeh merupakan sayur yang berkuah santan yang berisi potongan tempe, krecek dan nangka muda. Makanan ini sudah menjadi tradisi warga Padukuhan Kauman, desa Wijirejo, Kapanewon Pandak, Bantul, untuk di santap bersama saat berbuka puasa.
Tradisi ini merupakan warisan leluhur yang dipercaya sudah ada sejak ratusan tahun silam yang syarat akan makna. Berbuka puasa dengan bubur lodeh ini, dahulunya menjadi salah satu sarana dakwah para ulama dalam menyebarkan agama islam di Yogyakarta.
“Ini adalah tradisi turun temurun, yakni takjil dengan bubur lodeh. Merupakan satu adat tradisi yang sarat dengan pesan nilai luhur. Bubur itu sendiri yang teksturnya lembut, dapat diartikan untuk menyebarkan ajaran agama islam harus menyampaikan secara lemah lembut bukan sebaliknya, sehingga mudah dicerna, dipahami dan diamalkan. Sama halnya bubur untuk takjil ini yang cocok dengan perut dan tidak menimbulkan rasa sakit.” Ungkap Haryadi, ketua Takmir masjid
Setiap harinya selama bulan Ramadhan, masjid Sabilurosyaad ini menyediakan saratus sampai lima ratus porsi bubur lodeh untuk para Jemaah berbuka puasa. Warga pun terlihat antusias melestarikan tradisi berbuka puasa dengan bubur lodeh ini.
“Menurut saya tidak semua masjid atau mushola menyediakan bubur sebagai menu makanannya. Kebanyakan nasi, jadi menu bubur sudah langka. Ini juga adalah tradisi di Kauman, Wijirejo.” Ungkap Siti Aminah, warga Kauman
Tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu ini, diharapkan dapat terus dilestarikan agar tidak punah dan tidak terganti dengan makanan yang lain.
Delly, RBTV.