Meski beras mahal, namun ternyata tidak menguntungkan bagi pengusaha gilingan padi atau yang oleh kalangan masyarakat sering disebut pabrik beras. Selain harga gabah yang mahal, pengusaha penggilingan padi kesulitan untuk mendapatkan gabah.
Ditengah mahalnya harga beras, para pengusaha penggilingan padi juga mengalami kesulitan mendapatkan gabah. Kebanyakan gabah siap giling didatangkan dari daerah lain, dengan harga yang relatif mahal.
Pengusaha penggilingan yang biasanya mendapatkan harga gabah kering giling kisaran lima ratus tujuh puluh ribu rupiah hingga enam ratus lima puluh ribu rupiah rupiah per kuintal, saat ini sudah pada kisaran harga delapan ratus ribu rupiah per kuintal. Bahkan gabah kering pungut pun mencapai tujuh ratus tujuh puluh ribu rupiah per kuintal.
Di sisi lain, kualitas gabah juga mengalami perunan, sehingga hasil olah gabah di penggilingan yang biasanya mendapat beras lima puluh tujuh hingga lima puluh delapan kilogram per kuintal gabah, saat ini hanya mendapatkan rata-rata lima puluh dua hingga lima puluh tiga kilogram beras per kuintal gabah.
“Kalau basah itu tujuh tujuh, terus kalo kering itu ya berapa hitungan ya delapan ratus gitu, ya itu masih mahal. Kalau sebelumnya itu waktu, tapi udah lama ya enam lima, lima tujuh gitu. Ada yang lima tujuh, ada yang lima depalan, waktu panen-panen itu.” Ungkap Wahyutinah, pengelola penggilingan padi “Bu Sum” Mlati Sleman
Sedangkan, harga beras dari penggilingan, dijual dengan kisaran harga lima belas ribu lima ratus rupiah hingga delapan belas ribu rupiah per kilogram, baik untuk pembeli, untuk pemenuhan rumah tangga maupun untuk dijual lagi.
Sebelumnya harga beras masih tergolong bisa dijangkau oleh semua kalangan, tetapi kini dengan harga yang sudah melunjak naik, membuat kalangan di masyarakat jadi resah, karena tentu beras adalah makanan pokok yang dikonsumsi setiap harinya. Membuat masyarakat yang sebelumnya bisa membeli beras relatif banyak, kini hanya bisa membeli beberapa kilo beras saja.
Widi, RBTV.