Yogyakarta – Kenaikan harga bahan pangan sejak awal tahun 2025 membuat banyak masyarakat mencari cara agar tetap bisa memenuhi kebutuhan dapur tanpa menguras dompet. Salah satu solusi yang kini banyak dilirik adalah urban farming atau pertanian di lingkungan perkotaan. Kegiatan ini tidak hanya membantu menekan pengeluaran, tetapi juga membuka peluang untuk menjalani hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Dengan menanam sayuran, cabai, atau buah-buahan sendiri di halaman rumah atau lahan sempit, masyarakat dapat memperoleh bahan pangan segar tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pasar. Selain itu, hasil panen yang didapat dari tangan sendiri memberikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi pelakunya.
Urban farming bukan sekadar kegiatan menanam tanaman di pot atau rak vertikal, tetapi juga merupakan bentuk kesadaran baru akan pentingnya kemandirian pangan. Melalui kegiatan ini, masyarakat diajak untuk lebih menghargai proses tumbuhnya makanan yang dikonsumsi setiap hari.
Selain berdampak positif bagi ekonomi rumah tangga, kegiatan ini juga membawa manfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Mengurus tanaman, menyiram di pagi hari, atau memanen hasil kebun kecil dapat menjadi aktivitas yang menenangkan, sekaligus sarana melepas stres di tengah padatnya rutinitas perkotaan.
Kini, urban farming telah berkembang menjadi gaya hidup modern yang menggabungkan unsur kesehatan, kemandirian, dan kepedulian terhadap lingkungan. Dengan dukungan teknologi sederhana seperti sistem hidroponik atau media tanam organik, siapa pun dapat memulai kebun mini di rumah tanpa memerlukan lahan luas.
Lebih dari sekadar tren, urban farming mencerminkan cara pandang baru masyarakat kota terhadap hidup yang lebih bijak dan berkelanjutan—hidup yang tidak hanya menunggu hasil dari pasar, tetapi turut menanam, merawat, dan menikmati hasil dari tangan sendiri.
Armelia Lestari