Sleman – Suasana meriah menyelimuti acara Merti Dusun Sumberan Potrowangsan, Pakem, Sleman, yang digelar pada Sabtu siang lalu. Ratusan warga dari berbagai usia dan latar belakang tumpah ruah memadati lokasi untuk mengikuti tradisi tahunan berebut tiga gunungan yang menjadi simbol rasa syukur dan kebersamaan warga.
Sejak siang hari, warga Dusun Sumberan dan Potrowangsan telah berkumpul di titik awal kirab tiga gunungan. Tradisi Merti Dusun ini telah menjadi agenda rutin tahunan yang dilaksanakan selama 18 tahun terakhir dan terbukti menjadi ajang pemersatu masyarakat lintas usia, latar belakang, bahkan agama.
Dukuh Potrowangsan, Haryono, menjelaskan bahwa Merti Dusun bukan hanya sekadar acara budaya, melainkan juga bentuk nyata pelestarian adat yang telah hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
“Merti Dusun ini menjadi ruang pertemuan warga dari berbagai generasi. Tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga memperkuat jalinan sosial antarwarga,” ujar Haryono.
Selain membawa tiga gunungan hasil bumi, kirab juga menyertakan air suci yang disebut Toya Panguripan. Air ini menjadi simbol kehidupan dan harapan masyarakat agar air tetap melimpah untuk kebutuhan sehari-hari dan keberlangsungan pertanian.
“Toya Panguripan adalah lambang berkah dan harapan akan kelestarian alam, khususnya air yang menjadi sumber kehidupan,” tambah Haryono.
Rangkaian acara Merti Dusun telah dimulai sejak malam sebelumnya, diawali dengan pengajian akbar sebagai pembuka. Keesokan harinya dilanjutkan dengan upacara adat kenduri wilujengan, misa akbar, hingga puncak acara pada Minggu siang berupa pentas seni tradisional dan kirab budaya yang menampilkan beragam kekayaan seni lokal.
Tradisi Merti Dusun Sumberan Potrowangsan ini tak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga memperkuat solidaritas dan rasa memiliki antarwarga terhadap dusun mereka.