Panen raya padi di Kabupaten Kulon Progo, khususnya di Padukuhan Satu, Bojong, Panjatan, diwarnai dengan dinamika naik turunnya harga padi yang sempat menggegerkan para petani. Meskipun saat tim redaksi Kabar Jogja berkunjung harga padi sempat memenuhi ekspektasi para petani, yakni 5.100 rupiah per kilogram, harga yang dianjurkan oleh pemerintah pasca ditutupnya impor beras adalah 6.500 rupiah per kilogram.
Fluktuasi harga ini terjadi akibat ulah oknum tengkulak yang kerap mempermainkan pasar, sehingga mereka dapat meraup keuntungan lebih. Harga 6.500 rupiah per kilogram merupakan harga yang ditetapkan oleh pihak Bulog, namun petani hanya bisa pasrah menerima keadaan ketika tengkulak ingin membeli padi mereka dengan harga yang jauh di bawah harga yang seharusnya, lantaran tekanan kebutuhan mereka.
Setelah mengetahui informasi harga dari Bulog, para petani merasa perlu mendapatkan bimbingan dari Bulog agar padi mereka dapat terserap dengan baik, sesuai dengan spesifikasi kualitas yang ditetapkan.
Yudi Indarto, Ketua Kelompok Tani Mandiri, mengungkapkan, “Kalau seorang petani kurang tahu terkait hal ini, karena yang penting bagi mereka adalah padi dibeli dan mereka mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, seperti bayar sekolah anak. Biasanya yang membeli dari sini adalah tengkulak dan penggiling padi. Menurut saya, jika harga yang ditetapkan pemerintah sudah 6.500 rupiah, itu harus disesuaikan, jangan sampai merugikan petani.”
Sementara itu, Triyono, seorang petani, mengungkapkan, “Kami belum tahu tentang informasi harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa minggu yang lalu, harga di sini 5.500 rupiah per kilogram, namun minggu ini turun menjadi 5.000 rupiah. Mengenai pembelian oleh Bulog, selama ini kami belum pernah melihat tim Bulog membeli padi kami.”
Mirisnya, permainan tengkulak ini selalu terjadi setiap tahun, hampir di setiap masa panen raya. Namun dengan adanya informasi dari Bulog, petani dapat mengambil langkah untuk memperbaiki kondisi pada panen masa tanam selanjutnya.
Bagas, RBTV.