Yogyakarta-Gelombang penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen semakin meluas dan mendapatkan perhatian publik. Sekelompok warga yang didominasi oleh kaum ibu, atau yang kerap disebut “emak-emak”, secara terbuka menyuarakan keberatan mereka terhadap kebijakan tersebut. Mereka menilai bahwa kebijakan ini berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat, terutama di tengah kondisi perekonomian yang masih belum sepenuhnya pulih.
Sebagai bentuk ekspresi ketidakpuasan, warga Yogyakarta mengambil langkah konkret dengan menulis dan mengirimkan surat terbuka yang ditujukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam surat tersebut, mereka dengan tegas meminta agar pemerintah membatalkan rencana kenaikan PPN yang direncanakan akan berlaku mulai tahun depan. Menurut mereka, kenaikan tarif ini tidak hanya akan berdampak pada sektor usaha, tetapi juga secara langsung mempengaruhi harga barang kebutuhan sehari-hari, sehingga memperburuk tekanan ekonomi yang sudah dirasakan banyak keluarga.
Para emak-emak ini menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai efek domino yang akan muncul dari kebijakan tersebut. Mereka berpendapat bahwa peningkatan PPN akan mengakibatkan lonjakan harga barang dan jasa secara keseluruhan, yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Situasi ini dikhawatirkan akan memicu inflasi dan memperlebar jurang ketidaksetaraan ekonomi, terutama bagi golongan menengah ke bawah yang paling rentan terhadap perubahan harga.
Sebagai bentuk protes yang lebih jauh, warga juga mengancam akan melakukan aksi boikot pembayaran pajak jika rencana kenaikan PPN tidak dibatalkan. Ancaman ini menunjukkan betapa seriusnya penolakan yang mereka sampaikan, sebagai bentuk tekanan agar pemerintah mendengar dan mempertimbangkan aspirasi rakyat.
Aksi ini bukan hanya sekadar bentuk perlawanan spontan, melainkan cerminan dari ketidakpuasan yang mendalam terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Dalam berbagai pertemuan komunitas, diskusi warga, dan forum-forum lokal, isu ini terus menjadi perbincangan hangat. Banyak warga yang merasa bahwa pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan kebijakan yang dapat meringankan beban ekonomi masyarakat, ketimbang memberlakukan kebijakan yang dinilai justru memperberat keadaan.
Dengan adanya surat terbuka ini, warga Yogyakarta berharap agar suara mereka didengar langsung oleh Presiden Prabowo dan jajaran pemerintahannya. Mereka juga berharap agar pemerintah dapat lebih sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat dan bersikap lebih bijaksana dalam merumuskan kebijakan perpajakan. Gelombang penolakan ini menjadi pengingat penting bahwa setiap kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah memiliki dampak luas dan harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial serta kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Nur Aiyah Haifani, Warga Yogyakarta mengungkapkan “kami mohon dengan sangat agar bapak Prabowo mempertimbangkan dan menerima beberapa masukan dari kami, untuk itu bapak Prabowo yang sangat kami hormati, sangat kami cintai bersama saluran ini kami menantang dari Yogjakarta untuk kenaikan PPN 12% dan kami minta ada transparansi laporan pajak oleh pemerintah yang bisa dibaca oleh seluruh rakyat Indonesia dan mohon maaf sekali lagi pak jika masih tetap diberlakukan maka kami dengan terpaksa tidak bisa membayar pajak tersebut alias kita akan melakukan boikot pembayaran pajak”
Warga juga menyerukan agar pemerintah mengevaluasi kinerja Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang dinilai kurang memuaskan dalam menangani kebijakan fiskal dan perpajakan. Mereka menilai bahwa langkah-langkah yang diambil selama ini belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan rakyat, terutama terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dalam tuntutan yang disampaikan melalui surat terbuka dan berbagai forum diskusi masyarakat, warga mengusulkan agar Presiden Prabowo mempertimbangkan opsi untuk mengganti Menteri Keuangan dengan sosok yang dinilai lebih kompeten dan memiliki pendekatan yang lebih pro-rakyat. Mereka berharap figur baru yang menduduki posisi tersebut mampu menghadirkan kebijakan yang lebih bijaksana, berorientasi pada pemulihan ekonomi nasional, dan mampu meredam keresahan yang muncul di tengah masyarakat.
Menurut mereka, posisi Menteri Keuangan sangat strategis dalam menentukan arah kebijakan ekonomi negara. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya memiliki keahlian teknis dalam bidang keuangan, tetapi juga peka terhadap kondisi sosial dan ekonomi rakyat kecil. Mereka meyakini bahwa perubahan di tingkat kepemimpinan dapat membawa angin segar bagi kebijakan fiskal yang lebih adil dan berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dengan menyuarakan aspirasi ini, warga berharap agar pemerintah lebih terbuka terhadap kritik dan saran dari rakyat, serta tidak ragu untuk melakukan perubahan apabila memang diperlukan demi kebaikan bersama.
Widi, RBTV