Mata air kali ringin, di tengah hutan perbukitan menorah, Pedukuhan Ngroto, Kalurahan Purwosari, Kapanewon Girimulyo, KulonProgo, ini menjadi satu-satunya tumpuan warga untuk mendapatkan air bersih. Sejak 3 bulan terakhir, warga harus sudah merasakan kekeringan dampak kemarau panjang tahun ini.
Guna mendapatkan air bersih pun tidaklah mudah, warga harus menuruni bukit sejauh 1 kilometer, di tengah hutan di desa mereka. Musim kemarau panjang kali ini, sumber air yang lain sudah mongering, dan mata air kali ringin menjadi sumber satu-satunya, meski debitnya kini kian mengecil.
Saat air sudah menipis, warga harus menunggu hingga bisa kembali diambil. Air bersih ini mereka gunakan untuk keperluan minum , masak hingga mandi. Sementara untuk mencuci baju, warga memilih melakukannya di sumber air agar lebih ringan.
Sementara bantuan air bersih yang warga harapkan, hingga kini tak kunjung datang.
Sarijah dan Mukijem, warga mengatakan, kebutuhan air untuk sanitasi, maupun konsumsi tergolong langka. Setiap hari, ia mengambil air di kali ringin. Dalam sekali ambil, ia mengaku harus antri selama 1 hingga 2 jam. Hal tersebut rutin ia lakukan selama 2 hingga 3 bulan terakhir.
“Susah pak mau mandi aja ga punya air, udah ngusung air selama 3 bulanan dan biasanya antri 2 jam kalau mau ambil.”-ungkap Sarijah, Warga
“Hampir 2 bulan ga punya air, untuk kebutuhan air biasanya ambil dari sendang atau sumber air yang ada disini setiap pagi. Setiap hari kita nunggu air buat bisa di ambil, disini ga ada sumber air lagi kita hanya mengandalkan sumber air ini saat kemarau”-ungkap Mukijem, Warga
Selain di Desa Purwosari, dampak kekeringan juga terjadi di 8 dari 12 Kecamatan di KulonProgo. BPBD Kabupaten KulonProgo sendiri sudah mengusulkan status tanggap darurat kekeringan, ke pemkab KulonProgo, mengingat dampaknya sudah mulai dirasakan masyarakat.
Bagas, RBTV.