Yogyakarta – Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar bagi dunia penyiaran di Indonesia. Namun, Undang-Undang Penyiaran dinilai sudah tidak lagi relevan dengan kemajuan teknologi saat ini, terutama dengan munculnya berbagai sistem penyiaran berbasis digital.
Pandangan tersebut mengemuka dalam acara “Ngobrol Penuh Inspirasi: Menjaga Ruang Media Penyiaran demi Siaran Sehat untuk Masyarakat” yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY, di Yogyakarta.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Ketua KPID DIY Hazwan Iskandar, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM Prof. Dr. Ana Nadya Abrar, Manajer Program RBTV Sunar Handari, serta Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dr. Sukamta yang hadir sebagai keynote speaker.
Dalam paparannya, Dr. Sukamta menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Penyiaran merupakan hal mendesak mengingat pesatnya perkembangan teknologi dan perubahan pola konsumsi media di masyarakat.

“Industri serta konten penyiaran saat ini berkembang sangat cepat, sementara regulasi yang ada belum sepenuhnya mampu mengakomodasi dinamika tersebut,” ujar Sukamta.
Sukamta juga menyoroti perlunya kejelasan regulasi agar lembaga penyiaran digital dapat diawasi secara proporsional tanpa menghambat inovasi.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Evri Rizqi Monarshi, menjelaskan bahwa KPI saat ini hanya memiliki kewenangan mengawasi penyiaran terestrial, seperti televisi dan radio.

“Penyiaran berbasis digital belum memiliki payung hukum yang jelas, sehingga pengawasannya belum dapat dilakukan oleh KPI,” ungkap Evri.
Melalui diskusi ini, KPID DIY berharap muncul gagasan konkret dari para pemangku kepentingan untuk memperkuat regulasi penyiaran nasional agar dapat menyesuaikan diri dengan era digital, sekaligus menjaga kualitas dan kesehatan ruang siaran bagi masyarakat.
Kadir / RBTV
