Rokok elektrik atau yang lebih dikenal dengan istilah vape semakin populer di berbagai kalangan, tidak hanya di kalangan laki-laki, tetapi juga perempuan. Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan pola merokok di masyarakat, di mana perempuan kini semakin terbuka dan tidak sungkan menggunakan rokok elektrik di ruang publik.

Beberapa tahun lalu, rokok masih dianggap identik dengan laki-laki. Perempuan yang merokok kerap menghadapi stigma sosial dan dinilai melanggar norma. Namun, kemunculan rokok elektrik dengan bentuk modern dan aroma yang lebih variatif perlahan mengubah pandangan tersebut. Banyak perempuan muda mulai memilih vape karena dianggap lebih praktis, tidak menimbulkan bau menyengat, dan memiliki beragam pilihan rasa, mulai dari buah-buahan, kopi, hingga makanan manis.

Bagi sebagian pengguna, vape bukan sekadar pengganti rokok konvensional, melainkan juga bagian dari gaya hidup. Beberapa perempuan mengaku lebih percaya diri ketika menggunakan rokok elektrik karena terlihat modern, mengikuti tren, sekaligus dianggap lebih aman. Media sosial turut memperkuat citra ini. Tidak sedikit influencer maupun komunitas vaper perempuan yang rutin membagikan konten seputar aktivitas mereka, lengkap dengan trik asap dan ulasan cairan baru, sehingga semakin banyak menarik minat pengguna baru.

Meski begitu, fenomena ini tetap menimbulkan perdebatan. Dari sisi kesehatan, para ahli menegaskan bahwa rokok elektrik tidak sepenuhnya aman. Cairan vape memang tidak menghasilkan tar seperti rokok biasa, tetapi tetap mengandung nikotin yang bersifat adiktif. Artinya, potensi kecanduan tetap ada. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan gangguan pada paru-paru, sistem pernapasan, hingga kesehatan jantung.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mengingatkan masyarakat agar tidak menganggap rokok elektrik sepenuhnya bebas risiko. Edukasi publik terus dilakukan, terutama kepada anak muda dan perempuan yang jumlah penggunanya meningkat cukup signifikan dalam lima tahun terakhir. Produk ini tetap dikategorikan sebagai bagian dari industri tembakau alternatif yang memiliki regulasi dan pengawasan tersendiri.

Selain aspek kesehatan, meningkatnya jumlah perempuan pengguna rokok elektrik juga dilihat sebagai gejala pergeseran budaya. Dulu, perempuan yang merokok dianggap tabu, kini sebagian masyarakat mulai menoleransi bahkan menganggapnya hal biasa, terutama jika yang digunakan adalah rokok elektrik. Hal ini menunjukkan bahwa vape bukan hanya soal pilihan nikmat, tetapi juga soal identitas sosial, gaya hidup, dan simbol kebebasan.

Meski demikian, beberapa kalangan mengingatkan agar tren ini tidak menjerumuskan. Organisasi kesehatan mendorong perempuan untuk lebih kritis, tidak sekadar ikut-ikutan tren tanpa memahami risiko. Para orang tua juga diimbau memberi perhatian lebih, mengingat banyak remaja perempuan yang mulai mengenal rokok elektrik sejak usia sekolah.

Fenomena perempuan pengguna rokok elektrik pada akhirnya menjadi cermin dari dinamika sosial kita. Di satu sisi, ia memperlihatkan perubahan cara pandang masyarakat terhadap rokok dan perempuan. Di sisi lain, ia menjadi tantangan serius bagi dunia kesehatan dan regulasi. Apakah tren ini akan terus bertahan sebagai bagian dari gaya hidup modern, atau justru menimbulkan masalah kesehatan baru di masa depan, akan sangat ditentukan oleh kesadaran pengguna dan ketegasan pemerintah dalam mengatur peredarannya.

Winni Ashari Zalmi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *