KULON PROGO – Meski jarang dilirik, pelaku UMKM di Gerbosari, Samigaluh, Kulon Progo, tetap konsisten mengembangkan inovasi bata interlock—bahan bangunan ramah lingkungan yang dinilai lebih kuat dan efisien dibandingkan bata konvensional.


Fedi Adiatmono, pemilik UMKM bata interlock, mengembangkan produk ini setelah bertahun-tahun riset dan uji coba, termasuk pada rumah pribadinya di Bekasi, Jawa Barat. Bata interlock produksinya dibuat dari bahan daur ulang, salah satunya residu daun cengkeh (atsiri) yang banyak ditemukan di wilayah Samigaluh. Selain mendukung ekonomi lokal, inovasi ini juga membantu mengatasi limbah industri cengkeh yang melimpah di daerah tersebut.

Menurut Fedi, bata interlock memiliki banyak keunggulan, antara lain tahan terhadap gempa dan banjir, membutuhkan lebih sedikit semen dan besi, proses pemasangan lebih cepat, dan ketahanannya setara dengan beton. Keandalan ini telah dibuktikan melalui berbagai uji coba, bahkan melibatkan institusi pendidikan dan perguruan tinggi.

Meski harga satuan bata interlock mencapai Rp7.000—lebih tinggi dibandingkan bata biasa—namun total biaya pembangunan rumah bisa jauh lebih hemat. Hal ini karena kebutuhan bahan bangunan lain seperti semen, bambu, dan kayu dapat dikurangi secara signifikan. Selain itu, waktu pengerjaan yang lebih singkat juga menekan biaya tenaga kerja.


Fedi berharap inovasi ini bisa menjadi solusi nyata bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang ingin memiliki rumah layak, tahan bencana, dan terjangkau secara biaya.

Bagas / RBTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *