Terkait sengketa kepemilikan empat pulau di perairan Samudra Hindia antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara, pakar teknik geomatika Universitas Gadjah Mada mengingatkan pemerintah agar mengambil keputusan yang tepat dan tidak justru menimbulkan sengketa baru di kemudian hari.
Pakar Teknik Geomatika dari Departemen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, mengungkapkan bahwa permasalahan terkait keempat pulau tersebut sejatinya telah ada sejak beberapa dekade lalu. Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkik Besar, Mangkik Kecil, Lipan, dan Pulau Panjang.
Namun, menurutnya, Provinsi Aceh sejauh ini tidak pernah secara resmi mengajukan klaim atas kepemilikan pulau-pulau tersebut, yang secara geografis berada di wilayah daratan Sumatera Utara. Sementara itu, Aceh sendiri sempat mengganti nama empat pulau lainnya yang letak koordinatnya berbeda dengan pulau-pulau yang kini menjadi objek sengketa.
Meski begitu, pada tahun 1992, Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara dikabarkan pernah menandatangani kesepakatan mengenai batas wilayah yang menyebut secara eksplisit bahwa keempat pulau itu berada di bawah kepemilikan Aceh. Namun, hingga kini, dokumen asli dari kesepakatan tersebut belum ditemukan. Aceh hanya memiliki salinan fotokopi dokumen yang ditandatangani oleh kedua gubernur saat itu dan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri, Rudini. Diduga, arsip dokumen aslinya masih tersimpan di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atau di Kementerian Dalam Negeri, sementara dokumen yang dimiliki Aceh kemungkinan hilang akibat bencana tsunami.
“Yang kita bicarakan di sini bukan hanya soal koordinat atau nama pulau, tetapi juga soal administrasi wilayah yang menyangkut hukum dan pemerintahan,” ujar I Made Andi Arsana, Ph.D., Ketua Program Magister Teknik Geomatika Fakultas Teknik UGM.
Lebih lanjut, Andi Arsana juga menyoroti belum ditemukannya dokumen asli mengenai batas wilayah Provinsi Aceh yang menjadi bagian dari lampiran perjanjian damai Helsinki. Selain itu, peta yang dikeluarkan oleh TNI Angkatan Darat pada tahun 1978, meski tidak menunjukkan batas wilayah laut, tetap dapat dijadikan bahan kajian dalam penyelesaian sengketa ini.
Dalam kunjungan verifikasi resmi yang dilakukan oleh tim nasional bersama tim dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara ke pulau-pulau tersebut, ditemukan sejumlah peninggalan aktivitas masyarakat Aceh, yang bisa menjadi salah satu bukti historis keterkaitan Aceh dengan pulau-pulau tersebut.
WIDI, RBTV