Bila anda berkunjung ke Masjid Ageng Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di Kota Solo, Jawa Tengah, cobalah menengok jam Istiwak, atau jam matahari, di sisi selatan halaman Masjid. Jam yang beroperasi menggunakan sinar Matahari ini, layak sebagai penambah ilmu pengetahuan.

Jam Istiwak Masjid Ageng, telah menjadi penanda waktu, sejak Paku Buwono ke 4 memerintah, di Keraton Dinasti Mataram ini. Paku Buwono ke 4, bertahta mulai tahun 1768, hingga 1820.

Pada zaman itu, keberadaan jam ini sangat penting, karena belum terdapat, jam kinetik apalagi jam digital. Operasional jam ini, memanfaatkan sinar Matahari, yang menerpa batang besi, dan paku penunjuk angka. Bayangan paku di lembengan busur tembaga, yang bertuliskan angka angka, menjadi penanda waktu, pada saat itu.

Jam ini beroperasi, sesuai dengan peredaran Matahari. Jam Istiwak hanya memuat informasi, 2 waktu Sholat saja, yaitu Sholat Dhuhur dan Sholat Ashar.

“Jadi kami Istiwak ini salah satu pengurus waktu Sholat dengan dibuat para Ulama sekitaran Paku Buwono ke 8 karna waktu itu belom ada penentu jam akreditasi sekarang ini hanya mengandalkan hadist Rasululloh yang dijabarkan maka dengan menentukan Matahari ini kalo disini dibuat jam Istiwak nama Keraton jam pencet nah ini mengandalkan Matahari yang nanti menimpa ada 2 alat dan jarum ini akan menimbulkan bayangan kendala nya kalo tidak ada Matahari jadi tidak bisa berfungsi dengan baik karna tidak ada bayangan yang jatuh kalo ada inikan dari dulu sampe sekarang berputaran Matahari masih sama jadwal jam waktu solat sekarang hampir sama terus” Jelas Abdul Basit (sekertaris Masjid Ageng Surakarta)

Hingga kini jam Istiwak Masjid Ageng Surakarta,  masih berfungsi dengan baik, dan dapat menjadi patokan waktu. Sebagian Muadzin dan Jamaah, masih menggunakan jam berusia, lebih dari 2 setengah abad ini, sebagai penanda waktu Sholat.

RIZKI BUDI PRATAMA, RBTV.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *