Kulon Progo – Festival seni dua tahunan Biennale Jogja ke-18 kembali digelar pada tahun 2025. Mengangkat tema “Kawruh Tanah Lelaku”, ajang ini menampilkan ragam karya seni kontemporer hasil kolaborasi antara seniman lokal, mancanegara, dan masyarakat dusun sekitar.
Berbeda dari gelaran sebelumnya, Biennale Jogja kali ini mengambil lokasi di kawasan pedesaan sisi timur Kulon Progo, tepatnya di Padukuhan Boro II, Kalurahan Karangsewu, Kapanewon Galur. Lokasi ini dipilih karena dinilai memiliki keunikan dari segi geografis, sejarah, hingga kebudayaan masyarakatnya.
Pameran menampilkan berbagai karya seni rupa dan instalasi kontemporer yang unik. Beberapa karya memanfaatkan material limbah organik seperti sabut dan batok kelapa, bambu, hingga pelepah jagung. Tidak hanya karya visual, acara ini juga dimeriahkan oleh pertunjukan kesenian tradisional dari warga setempat.
Direktur Yayasan Biennale Jogja, Alia Swastika, menjelaskan bahwa tema Kawruh Tanah Lelaku menjadi benang merah dalam eksplorasi seni tahun ini. Tema ini berhasil menarik partisipasi seniman dari berbagai negara, antara lain Jepang, Taiwan, Singapura, Inggris, Prancis, India, Hong Kong, hingga Filipina.
“Biennale Jogja ke-18 diharapkan mampu memperkuat identitas warga desa serta menyatukan berbagai konteks kebudayaan,” ujar Alia Swastika. “Lebih dari itu, ajang ini mengampanyekan bahwa seni bukan hanya milik kelompok elite, tetapi bagian dari kehidupan sehari-hari seluruh lapisan masyarakat.”
Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses kreatif, Biennale Jogja membuktikan bahwa seni bisa tumbuh dan bermakna di luar ruang galeri formal. Kehadiran festival ini juga mempertegas posisi Yogyakarta sebagai pusat seni kontemporer yang inklusif dan berdaya sosial.
Bagas – RBTV