Sleman– Upaya pelestarian warisan budaya kembali digaungkan melalui kegiatan bedah buku berjudul Salah Kaprah Aksara Jawa yang digelar di salah satu rumah makan di Sleman. Acara ini menghadirkan para jurnalis, pegiat literasi, dan pemerhati budaya dalam suasana santai namun sarat makna.

Buku Salah Kaprah Aksara Jawa merupakan karya Sukron Arif Muttaqin, anggota DPRD Sleman, bersama Setyo Amrih Prasojo, Kasi Bahasa dan Sastra Kundho Kebudayaan DIY. Melalui karya ini, keduanya berupaya meluruskan berbagai kekeliruan umum dalam membaca dan menulis aksara Jawa yang masih sering dijumpai di masyarakat.

Acara dibuka oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sleman, Savitri Nurmala Dewi, yang menekankan pentingnya literasi budaya di era digital. Menurutnya, jurnalis memiliki peran strategis dalam menjaga eksistensi budaya lokal melalui karya dan pemberitaan yang berperspektif kebudayaan.

“Literasi budaya menjadi fondasi penting di tengah derasnya arus informasi digital. Jurnalis diharapkan tidak hanya menyampaikan berita, tetapi juga turut melestarikan nilai-nilai budaya bangsa,” ujar Savitri Nurmala Dewi dalam sambutannya.

Sementara itu, Sukron Arif Muttaqin menjelaskan bahwa penulisan buku ini berangkat dari keprihatinan terhadap banyaknya kesalahan penulisan dan pembacaan aksara Jawa, bahkan di ruang-ruang publik.

“Kami ingin memberikan panduan sederhana agar masyarakat lebih memahami dan mencintai aksara Jawa sebagai identitas budaya,” tuturnya.

Senada dengan hal tersebut, Setyo Amrih Prasojo menyoroti persoalan sistemik dalam dunia pendidikan. Ia menilai tantangan terbesar bukan hanya menumbuhkan minat generasi muda terhadap aksara Jawa, tetapi juga keterbatasan tenaga pendidik yang benar-benar menguasai bahasa dan aksara tersebut.

Kegiatan ini bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, menjadikannya sebagai momentum refleksi bahwa semangat kebangsaan tidak hanya diwujudkan melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan nyata dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya bangsa.

Melalui bedah buku ini, para jurnalis diajak untuk tidak sekadar menjadi penyampai informasi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga keberlangsungan budaya lokal, agar aksara Jawa tetap hidup di tengah modernisasi zaman.

Widi | RBTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *