BANTUL Abdi dalem dari Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta memiliki tradisi unik yang terus lestari setiap bulan Sura atau Muharam. Salah satunya adalah Nguras Enceh, yakni pembersihan gentong peninggalan Sultan Agung yang dahulu digunakan sebagai tempat berwudu. Tradisi ini dilaksanakan setiap Jumat Kliwon di kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Ribuan warga tampak antusias mengikuti prosesi sakral ini demi mendapatkan berkah dari air enceh yang diyakini memiliki nilai spiritual dan sejarah tinggi.

Ritual diawali dengan pembacaan tahlil dan zikir oleh abdi dalem juru kunci Pasareyan Agung Pajimatan Imogiri. Abdi dalem dari Kasunanan Surakarta menggelar tahlil di sisi timur kompleks, sementara abdi dalem dari Kasultanan Ngayogyakarta berada di sisi barat. Masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk menguras dua enceh.

Abdi dalem Surakarta membersihkan Kyai Mendung dan Nyai Siyem, sedangkan abdi dalem Ngayogyakarta bertugas menguras Kyai Danumaya dan Nyai Danu.

Panewu Imogiri, Slamet Santosa, menjelaskan bahwa tradisi Nguras Enceh telah dilakukan secara turun-temurun sejak zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo. Keempat enceh atau gentong besar ini dulunya merupakan padasan, yaitu tempat berwudu yang digunakan Sultan Agung sebelum melaksanakan salat lima waktu. Ujar, Slamet Santosa / Panewu Imogiri

Saat ini, gentong-gentong tersebut tidak lagi digunakan untuk berwudu. Namun, air di dalamnya tetap diganti setahun sekali sebagai bagian dari pelestarian tradisi dan penghormatan terhadap peninggalan sejarah Islam serta budaya Mataram Islam. Ujar, Murti / Dibersihkan oleh Abdi Dalem Ngayogyakarta

Tradisi Nguras Enceh bukan hanya bentuk penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga menjadi simbol persatuan antara dua keraton besar di Tanah Jawa.

Delly / RBTV

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *