Warga yang menunggu kedatangan tangki air bersih langsung menyerbu begitu truk droping air tiba. Hal ini terlihat di Padukuhan Plampang Satu, Kalirejo, Kokap, Kulonprogo, Yogyakarta. Kekeringan akibat musim kemarau sudah dirasakan warga di desa tersebut sejak enam bulan silam.
Tandon air di 43 kepala keluarga sudah mengering sejak tiga bulan terakhir. Sementara itu, untuk mendapatkan air bersih, mereka harus berjalan kaki ke dusun tetangga yang berjarak satu kilometer agar memiliki air bersih untuk keperluan rumah tangga.
Bantuan air bersih pun menjadi satu-satunya harapan masyarakat di perbukitan Menoreh ini demi mencukupi kebutuhan air bersih keluarga mereka.
“Sudah lama, sudah berbulan-bulan di air bersih sana. Kumayan jauh sih, jauhnya satu kilometer. Mungkin kadang jalan kaki, kadang naik motor,” ujar Rini, seorang warga.
“Semoga harapan warga masih ada lagi untuk air sebagai bahan masak. Warga sekitar sini betul-betul membutuhkannya. Sebaiknya, jika ada waktu, saya berharap bisa dikirim lagi ke sini,” kata Kemijo, Ketua RT.
Petugas yang melakukan droping air mengaku sempat terkendala akses, dengan medan yang ekstrem serta jalan yang sempit dan rusak. Tak hanya di Padukuhan Plampang Satu, kekeringan akibat musim kemarau juga dirasakan di Plampang Dua dan Tiga, Kalibuko, serta Sangon Satu dan Dua, Kalurahan Kalirejo.
“Kesulitan di medannya mas, khusus untuk di Kelirejo ini, karena membawa armada besar dengan jalan yang cukup sempit dan juga berkelok-kelok,” ungkap Indriatiwi Sumitro, Kepala Markas Tagana Kulonprogo.
Status tanggap darurat telah diberlakukan pada 11 September lalu oleh pihak BPBD Kulon Progo, lantaran kondisi bencana kekeringan yang semakin meluas. Sebanyak 23 kalurahan di 7 kapenewon, yakni Kokap, Samigaluh, Girimulyo, Kalibawang, Pengasih, Panjatan, dan Sentolo, rawan terdampak bencana kekeringan tahun ini.
Bagas, RBTV.