Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Menurutnya RUU Penyiaran harus ditolak, agar tidak melanggar hak masyarakat. Untuk mendapat informasi yang benar. Sementara Ketua Dewan Pers juga menolak pasal yang justru membatasi kebebasan pers dalam menyampaikan informasi.

Mahfud menolak rancangan RUU tersebut karena terdapat risiko melarang media melakukan investigasi. Menurutnya melarang jurnalis untuk melakukan investigasi sama saja dengan melarang orang untuk melakukan riset.

“Jadi memang banyak pihak yang terkejut, termasuk saya sendiri. Sekarang ini ada Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang isinya antara lain, larangan penyiaran melakukan investigasi atau laporan investigasi jurnalistik yang kemudian di siarkan. Sebenarnya hal ini, dapat di katakana melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi benar dan melanggar hak jurnalis untuk mengekspresikan pendapat-pendapat publik, termasuk pendapat jurnalis itu sendiri,” ujar Mahfud MD.

Mahfud bahkan menilai, konsep hukum politik Indonesia saat ini semakin tidak jelas dan tidak utuh. Oleh karena itu, pesanan terhadap produk Undang-Undang (UU) yang bergulir hanya kepada hal yang teknis.

Beliau juga menuturkan, jika ingin politik hukum membaik, harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran. Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, atau bukan hanya di putuskan berdasar kepentingan saja.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers juga menolak RUU Penyiaran tersebut. Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyampaikan, penolakan itu dilakukan karena ada pasal yang melarang media untuk menayangkan hasil liputan investigasi. Ia juga menyampaikan bahwa jangan salah mengartikan bahwa mereka tidak setuju tentang di lakukannya revisi terhadap RUU penyiaran.

“Sudah jelas kita menolak draf RUU. Kita tidak menolak di lakukan perubahan RUU Penyiaran, tetapi khusus di 9 Pasal yang memiliki keterkaitan dengan Undang-Undang 40. Itu kita minta untuk di cabut dari pasal-pasal itu. Jadi jangan di salah artikan kita tidak setuju di lakukan revisi,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.

Bagas, RBTV.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *